Nasihat guru dan spirit menghafal al qur'an

Urgensi menghafal Al Qur'an bagi tiap individu mungkin berbeda-beda. dalam islam pun menghafalkannya tidak wajib hukumnya. Tapi, saya yakin bilamana seorang muslim ditanya
"inginkah anda menjadi seorang penghafal Al'Quran?"
jawabannya tidak mungkin tidak.

Salah satu azam yang saya miliki sebelum berangkat studi ke Mesir adalah bisa khatam (hafal) Al Quran sepulangnya ke tanah air. dulu dalam bayangan saya, tidak mungkin seorang Azhari tidak mampu menghafal Al Qur'an. apalagi dengan eksistensi Al Azhar sebagai kiblatnya ilmu pengetahuan. pastilah sarana dan prasarananya sangat mendukung untuk tujuan tersebut.

Ekpetasi saya memang tidak meleset, karena memang faktanya Al Azhar telah menyediakan fasilitas sedemikian rupa untuk menghafal Al Qur'an. tak hanya itu, selain Al Azhar juga masih banyak lembaga2 maupun komunitas mahasiswa indonesia yang dibentuk sebagai sarana untuk menghafal Al Qur'an. seperti PTQI, maquro, dar al wasila, RTM dan masih banyak lagi.

Tapi fakta lainnya yang mungkin sedikit meleset dari ekspetasi saya, adalah bahwa tidak semua yang menuntut ilmu di Negeri para Nabi ini fokus menghafalkan Al Qur'an, dengan alasan yang pastinya beragam. fakta berikutnya, ternyata saya si pemilik ekpstasi pun begitu. sudah masuk tahun kedua ‘numpang’ di negri ini, saya belum juga bisa memfokuskan diri untuk hafalan. merasa gak punya waktu, belum menemukan tempat yang cocok, lingkungan kondusif, kekurangan support sistem, ah pokoknya banyak sekali alasannya.

Singkat cerita tibalah saat dimana bumi kita ini kedatangan tamu tak diundang, si pandemi covid-19. kebijakan asrama tempat saya tinggal guna mencegah penyebaran wabah pun melarang kami untuk kontak dengan dunia luar sampai batas waktu yang tidak di tentukan (pada waktu itu). Walhasil saya harus mendekam di dalam asrama selama kurang lebih 4 bulan lamanya.

Hal itu tentu menjadikan saya dan kawan2 aktivitas fisiknya terbatas di asrama saja. walau tetap banyak agenda yang dilaksankan daring, saya tetap merasa sangat kosong dan seakan overdosis waktu luang. saat itulah saya berkontemplasi alangkah baiknya bila kekosongan ini dipakai untuk menghafal Al Quran. setelah menimbang2 saya pun coba untuk bergabung dengan salah satu program hafalan Al Qur'an yang kebetulan salah satu pembimbingnya satu asrama dengan saya. dan alhamdulillah, saya di terima dengan tangan terbuka. ya walaupun sebenarnya masih belum benar2 semangat menghafal, saat itu saya berdoa agar diberikan ke istiqomahan.

Kemudian, tibalah satu momentum yang mana saya tafsirkan sebagai jawaban dari doa saya kala itu. Salah satu masyayikh pengampu program yang saya ikuti mengundang kami untuk silaturahim ke kediaman beliau sekalian untuk menghidupkan bersama 10 malam pertama bulan dzulhijjah. (saat itu asrama sudah dibuka kembali)

Malam itu, di sela2 nasihat dan pelajaran yang disampaikan, ada satu bagian yang menurut saya begitu 'ngena' di hati. kiranya bila di terjemahkan begini bunyinya.
"kalau sampai kalian melewati 4 tahun masa studi di Al Azhar dan belum juga mengkhatamkan Al Quran, predikat kalian adalahط.ف (thalibah fasyilah)"
(disampaikan oleh syeikh Muhammad Araby)
Saat mendengarnya saya tentu kaget. Thalibah Fasyilah? Sebegitu hinakah orang yang lulus dari Al Azhar tapi belum hafal Al Qur’an?

Namun tentunya kalimat yang beliau sampaikan bukanlah suatu penghakiman. Melainkan sebuah tahzir atau peringatan untuk kita akan betapa ruginya diri ini bila saat pulang ke tanah air nanti belum hafal Al Qur'an.

Beliau juga menyampaikan bahwa jalan pertama untuk mencapai ilmu itu adalah Al Qur'an. semua ilmu yang bertumbuh kembang di tangan para ulama, hakikatnya adalah bentuk khidmah pada Al Qur'an, wasilah untuk memahami Al Qur'an. maka jangan sampai kalian sibuk dengan belajar banyak ilmu tapi lupa dengan induknya (Al Qur'an).

Malam itu, saya merasa seperti ditampar keras oleh nasihat beliau. sadar kalau masih jarang luangkan waktu untuk Al Qur'an, masih sering beralasan sibuk berkegiatan, tidak punya waktu luang. Padahal fasilitas untuk menghafal sudah begitu memadai.

Tapi justru kalimat beliau jugalah yang kemudian bermetamorfosa jadi spirit bagi saya untuk bisa bersungguh-sungguh menghafal Al Qur'an. Nasihat beliau menjadi support system yang sudah berhasil membangkitkan semangat saya saat ini. Walau saya tau pasti nantinya masih banyak rintang yang akan mengahadang. tapi semoga saya di berkahi keistiqomahan.

Tulisan ini saya tujukan untuk saya pribadi dan semua teman2, khususnya para penuntut ilmu di Al Azhar. semoga kita bisa sama2 istifadah dari nasihat yang disampaikan oleh Syekh Muhammad Arabi. sehingga terpatri dalam diri, kemauan kuat untuk menghafal Al Qur'an.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Impressions: Do They Really Matter? A Case Study on RBF Experiences

How to Navigate Paradigm Shifts: A Guide to Embracing Change

Compliments: Confidence Booster or Killer?